Sandiaga Salahuddin Uno, Miliarder by Accident

Kesuksesan dalam hidup merupakan impian setiap insan di dunia. Sayangnya tidak semua orang mencapai kesuksesan, malah banyak diantaranya mengalami kegagalan. Seperti kata pepatah "Kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda", maka bila kita terus berusaha dengan sungguh-sungguh dan pantang menyerah selama nyawa dikandung badan maka kesuksesan pasti akan datang kepada kita.

Berikut ini adalah potret kesuksesan seorang pengusaha muda. Kisah kesuksesannya yang tidak begitu saja datang tiba-tiba melainkan pernah mengalami jatuh bangun berkali-kali dapat menjadi teladan bagi kita yang sedang mengalami kegagalan atau sedang merintis karir menuju tangga kesuksesan. Selamat membaca.
...

[Jawa Pos - Rabu, 12 Mei 2010 ]
Sandiaga Salahuddin Uno, Presiden Direktur PT Saratoga Investama Sedaya
Miliarder by Accident

Mencari pengusaha muda sukses seperti Sandiaga Salahuddin Uno tidaklah mudah. Dalam usia 40 tahun, jatuh bangun sudah dia rasakan. Dia mengawali karir sebagai pekerja kantoran, kemudian meraih puncak karir di perusahaan multinasional, hingga kena PHK karena perusahaan bangkrut untuk kemudian bangkit lagi hingga menjadi miliarder muda Indonesia.

LUCKY NUR HIDAYAT, Jakarta

---

SANDIAGA S. Uno adalah citra kesuksesan. Segudang pencapaian sebagai pengusaha telah diraih pria kelahiran Rumbai, Riau, 40 tahun lalu itu. Dia kini menjadi Presdir PT Saratoga Investama Sedaya dengan 20 anak perusahaan dan 10.000 karyawan. Kiprah bisnis Sandi -demikian penyandang gelar MBA dari The George Washington University itu biasa disapa- kini dibentangkan lewat Grup Saratoga dan Recapital. Bisnisnya menggurita, mulai pertambangan, infrastruktur, perkebunan, hingga asuransi. Sandi juga tercatat oleh majalah Forbes di peringkat 29 daftar orang terkaya di Indonesia dengan nilai hartanya USD 400 juta (Rp 4 triliun).

Tetapi, siapa sangka peraih gelar Entrepreneur of The Year dari Enterprise Asia untuk predikat pengusaha terbaik pada 2008 itu mengatakan meraih semua kesuksesan tersebut karena "kecelakaan". "Ya, sebelumnya tak terbersit di benak saya untuk menjadi entrepreneur dan sukses seperti ini. Hal ini datang tiba-tiba atau by accident. Yakni, ketika saya di PHK dari perusahaan tempat saya bekerja" kata Sandi di kantornya Senin (10/5).

Pasca lulus kuliah di The Wichita State University, Kansas, Amerika Serikat, pada 1990, Sandi mendapat kepercayaan dari perintis Grup Astra William Soeryadjaja untuk bergabung ke Bank Summa. Itulah awal Sandi terus bekerja sama dengan keluarga taipan tersebut. ''Guru saya adalah Om William (William Soeryadjaja, Red),'' tutur pria kelahiran 28 Juni 1969 itu.

Di tanah air, Sandi hanya bertahan setahun. Anak pasangan Razif Halik Uno dan Rachmini Rachman (Mien R. Uno) itu harus kembali ke AS karena mendapat beasiswa dari bank tempatnya bekerja. Dia pun kembali duduk di bangku kuliah The George Washington University, Washington. Dasar berotak encer, Sandi berhasil lulus dan meraih gelar MBA berpredikat summa cum laude dengan indeks prestasi kumulatif 4,00.

Namun, gelar mentereng itu justru membuat gundah gulana Sandih. Sebab, saat itulah fase-fase sulit pertama dalam hidup harus dia hadapi. Bank Summa tempatnya bekerja ditutup. Sandi yang merasa berutang budi ikut membantu penyelesaian masalah di Bank Summa.

Setelah nganggur sebentar, bungsu dari dua bersaudara itu direkrut MP Holding Limited Group, sebuah perusahaan investasi di AS, dengan jabatan terakhir sebagai investment manager. Dari sini karir Sandi terus meroket. Pada 1995, dia bekerja untuk sebuah perusahaan migas NTI Resources Ltd di Kanada dan menjabat executive vice president NTI Resources Ltd dengan penghasilan USD 8.000 (Rp 80 juta) per bulan.

Mapan sejenak, Sandi kembali terempas. Masa-masa manis menjadi top executive berakhir saat krisis moneter menghantam dunia pada 1997. Untuk kali kedua, perusahaan tempat Sandi bekerja gulung tikar. Otomatis karir suami Noor Asiah yang sedang bersinar itu tiba-tiba padam. "Tidak hanya kena PHK, semua tabungan hasil banting tulang yang saya tanam untuk investasi ke pasar modal juga turut musnah akibat ambruknya bursa saham global," ujar bapak Anneesha Atheera Uno dan Amyra Atheefa Uno itu.

Tak mau hidup luntang lantung terlalu lama di negeri orang, Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) pada periode 2005-2008 itu dengan terpaksa pulang kampung ke Indonesia. Saat itu kantong Sandi benar-benar kempes. Sampai-sampai dia tak lagi mampu membayar sewa rumah. Sandi mengakui, dirinya semula kaget dengan perubahan kehidupannya. "Biasanya saya dapat gaji puluhan juta setiap bulan. Tapi, saat itu saya harus berpikir bagaimana bisa survive saja sangat sulit," ujar Sandi mengenang masa-masa paling sulit dalam hidupnya.

Untung, uluran tangan datang dari orang tua yang memberikan tumpangan tempat tinggal. "Situasi ini sangat berkesan bagi saya. Lebih bermakna jika dibandingkan dengan kesuksesan-kesuksesan yang saya raih saat ini," kata Sandi mensyukuri diberi kesempatan merasakan masa-masa susah.

Perenungan itu membawa dia mencetuskan ide baru untuk mendirikan perusahaan sendiri. Melihat banyaknya perusahaan yang membutuhkan konsultan keuangan saat badai krisis moneter menerjang, Sandi pun terjun menjadi entrepreneur dengan mengibarkan bendera PT Recapital Advisors pada 1997 bersama teman SMA, Rosan Perkasa Roeslani.

Perusahaan itu bergerak di bidang jasa konsultasi keuangan. "Saya masih ingat, salah satu kesan yang mendalam adalah mendapat kepercayaan dari Bapak Dahlan Iskan untuk menangani salah satu perusahaannya. Hal itu sangat berarti. Beliau memberikan kepercayaan penuh kepada saya di tengah banyak orang yang meragukan pengusaha muda," ujarnya.

Saat perusahaan mulai didirikan, dia menyewa satu ruangan kecil untuk kantor di salah satu gedung di Kuningan, Jakarta Selatan. Ruangan yang ditempatinya adalah bekas kantor production house (PH). Karena itu, karpetnya berwarna merah jambu dan sebagian besar interior berwarna menyala. "Malu juga kalau ada klien datang. Karena itu, kami terkadang mengakali dengan mengajak janjian di luar kantor atau mendatangi kantor sang klien," tuturnya. Badai belum berlalu, klien yang masih sepi membuat sang istri harus merelakan perhiasannya dijual guna membiayai operasional kantor.

Kemudian, pada 1998, Sandi kembali merajut kedekatannya dengan keluarga Soeryadjaja. Melalui Edwin, putra William, Sandi dipercaya untuk mendirikan perusahaan investasi PT Saratoga Investama Sedaya. Bidang usaha yang digarap meliputi pertambangan, telekomunikasi, dan produk kehutanan.

Bekal jaringan yang luas semasa dia bekerja di luar negeri membuat Sandi lebih mudah menggelindingkan roda bisnisnya. Kali ini usahanya menghimpun modal investor untuk mengakuisisi perusahaan-perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. "Beberapa kali mengakuisisi perusahaan dengan modal dari banyak perusahaan. Walau share sedikit, kami benahi keuangan perusahaan tersebut dan alhamdulillah berhasil," jelas penghobi bola basket itu.

Kinerja perusahaan yang krisis itu lantas dibenahi dan dikembangkan. Setelah pulih, aset perusahaan dijual dengan nilai tinggi. "Kembali saya masih ingat di masa-masa yang sulit. Saat akan mengakuisisi perusahaan untuk kali pertama, banyak orang yang tak yakin melihat kondisi kantor yang sederhana di daerah Teluk Betung, Jakarta," jelasnya.

Kala itu banyak yang tak yakin dengan kemampuan finansial perusahaan dengan melihat gedung sederhana yang ditempati sebagai kantor. Dia pun berkelit. "Kondisi sederhana ini untuk efisiensi dan memotivasi karyawan dan dirinya untuk segera berkembang dan naik kelas," tuturnya.

Perusahaan yang diakuisisi kali pertama adalah PT Astra Microtronics di Batam dan sukses dibenahi serta laku saat dilego beberapa tahun lalu. Beberapa perusahaan lain juga telah diambil alih dan dijual setelah kondisi keuangannya membaik. Di antaranya, PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) dan PT Dipasena Citra Darmaja.

Beberapa perusahaan masih dioperasikan seperti PT Adaro Energy Tbk dan Tower Bersama Group. Dari bisnis itulah, nama Sandi mencuat dan pundi-pundi rupiah pun kembali dikantonginya.

"Saya lebih senang jika pencapaian di bidang lain yang diapresiasi seperti usaha saya dalam mengibarkan lagi sektor UKM dan usaha mikro," terang ketua Komite Tetap Bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) itu. Cita-citanya kini ialah meningkatkan jumlah pengusaha Indonesia dari 0,18 persen menjadi 5 persen dari total penduduk pada 2025.

Dia ingin meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dengan mengusahakan kurikulum UMKM bisa masuk ke sekolah. "Ini agar tak mayoritas pengusaha bukan lahir karena kecelakaan, tetapi karena niatnya memang menjadi pengusaha sejak awal," kata pengidola kampiun investor asal AS Warren Buffet itu.

Selain itu, dia menambah akses pasar dan sumber pembiayaan bagi para pelaku usaha. "Salah satu ide kami yang sudah diimplementasikan adalah KUR (kredit usaha rakyat, Red). Semoga masukan-masukan kami ke depan juga akan direalisasi pemerintah untuk kebaikan bersama," ujarnya. (*/c4/kim)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Instal Driver Printer/Scanner Epson L360 di Linux Debian 9 Stretch